(Penulis: Kang Asep, Pengawas Sekolah bidang PAI Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan, WA 085864675753)
Ponselku bergetar, memecah fokusku mengendarai Supra Tua 2004 dalam OTW pagi menuju Kantor. Aku berhenti, menepi dulu di pudunan sebelum lampu merah Ciporang. Nama "Ibu Kepsek Dedeh - SDN Pinara" terpampang di layar. Senyum tipis mengembang di bibirku. Pinara. Ah, desa di balik belantara pegunungan Kuningan itu, selalu punya cerita dan semangat yang luar biasa.
"Assalamualaikum, Kang Asep!" Suara renyah Ibu Dedeh langsung menyapa, penuh antusias. "Ini lho, Kang, Pak Ketua K3S Ciniru semangat banget pengen adain training Transformasi Digital buat semua sekolah. Katanya, 'Pemanfaatan Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) dalam Pembelajaran Mendalam!'"
Jeda sejenak, Aku bisa merasakan semangat Ibu Dedeh yang menular. "Beliau minta Kang Asep buruan ngabarin jadwal kosong, biar cepat diagendakan." Ibu Dedeh melanjutkan, suaranya sedikit berbisik, "Kepsek Cipedes juga bilang, jangan cuma guru PAI doang yang dapat pendampingan, Kang. Guru-guru umum sama kepala sekolah lain juga pada ngiler pengen gabung!"
Hatiku menghangat. Ini dia. Ini yang selalu kudambakan. Geliat ilmu. Dahaga akan pembaruan. Bukan hanya guru PAI, tapi seluruh garda terdepan pendidikan. Mataku menerawang, membayangkan wajah-wajah penuh harap para guru di pelosok sana. Aku pun memutar otak, mencari celah di antara jadwal padatku.
"Sabtu pekan pertama Agustus 2025, Bu, kayaknya bisa. Pekan kedua sudah bentrok jadwal Pengawas PAI dan Madrasah se-Kabupaten Kuningan di Kemenag, sama Pengawas PAI Ciamis di kota sebelah," jawabku, sembari melirik kalender digitalku. Tema pelatihan? Sama. Koding, AI, Pembelajaran Mendalam. Seolah semesta berkonspirasi untuk menyebarkan gelombang ilmu ini.
Flashback, kemarin. Rabu, 30 Juli. Aula KKG PAI Kecamatan Ciniru bergemuruh ide. Aku hadir, bukan sebagai pengawas yang menggurui, tapi sebagai fasilitator yang membuka keran-keran pikiran. Obrolan mengalir, rencana-rencana besar terpapar di papan tulis. Para "pejuang PAI" ini, begitu aku menyebutnya, benar-benar "perakus ilmu."
"Kolaborasi dengan K3S dan FKKG untuk training Transformasi Digital ini, Kang!" seru seorang guru PAI, matanya berbinar. Ide itu disambut riuh. Akan ada tiga titik pelaksanaan, sesuai gugus sekolah di Ciniru, masing-masing gugus 5 sekolah. Bukan hanya itu, mereka juga berencana menggandeng KUA dan Penyuluh Agama untuk menghidupkan kembali "Maghrib Mengaji."
Sebagai Pendamping mereka aku bersyukur dong, dan mengamini semua niatan baik mereka. Aku hanya menegaskan bahwa tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat diikhtiarkan sebagai Kokurikuler bahkan Ekskul ke-PAI-an. Terlebih jika kita kombinasikan dengan jurnal 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat lalu dilampirkan surat penugasan dari Kepala Sekolah, maka In syaa Allah akan menambah JP bagi para Guru PAI.
Aku tertegun. Kontemplasi menyelubungiku. Ini bukan sekadar program. Ini syiar. Ini kepedulian. Ini adalah bentuk nyata dakwah Islam yang bergerak, tak hanya di mimbar, tapi di setiap inovasi pembelajaran. Literasi dakwah. Sebuah frasa yang menggema di kalbuku. Betapa aku bersyukur, menjadi bagian dari geliat ini. Momen seperti ini membasuh lelahnya perjalanan.
Rapat KKG berakhir pukul setengah sebelas. Tanpa membuang waktu, Aku langsung tancap gas. Tujuan: SDN Pinara. Ya, sekolah itu memang selalu "curi start." Tadi pagi, saat berangkat dari rumah, butuh waktu satu setengah jam. Perjalanan itu... sebuah petualangan tersendiri. Bukan dengan mobil, melainkan di atas jok Motor Supra tua tahun 2004-ku. Menembus belantara hutan pegunungan yang terjal, jalanan berkelok, tanjakan curam yang menguji nyali. Setiap guncangan di jalan, seolah menguji seberapa kuat niat ini. Seberapa besar aku ingin melihat senyum cerah dari para pejuang pendidikan di ujung sana. Betapa eksotik dan excited.
Tiba di SDN Pinara, sambutan yang kudapat sungguh luar biasa. Senyum ramah guru-guru, sorot mata kepala sekolah yang penuh harap. Udara pegunungan yang sejuk seolah menyambut kehangatan Tholabul 'Ilmi. Mereka, para guru di pelosok itu, bukan lagi penonton. Mereka adalah aktor utama.
Di sana, di tengah keterbatasan fasilitas, "Google Documents dan Kecerdasan Artifisial Gemini telah sama-sama ditaklukkan." Kalimat ini terngiang dalam benakku. Bukan sekadar menaklukkan teknologi, tapi menaklukkan ketakutan, menaklukkan keraguan, dan menaklukkan batas-batas diri. Ini tentang semangat guru-guru yang tak pernah padam, tentang bagaimana mereka mengejar ketertinggalan dengan lompatan digital. Ini tentang bagaimana AI dan koding bukan lagi mimpi di awang-awang, tapi alat nyata untuk menciptakan pembelajaran yang lebih dalam, lebih bermakna.
Senja itu, Aku kembali pulang. Rintik gerimis tipis menyertai perjalanan pulangku, membasahi helm dan pikiran. Tiba di rumah sekira pukul 16'an. Lelah. Pasti. Tapi lelahnya itu berbeda. Lelah yang dihiasi senyum. Lelah yang sarat makna. Motor Supra tua itu, saksi bisu setiap jejak langkahku menembus pelosok Kuningan, kini terparkir rapi.
Malam harinya, usai Isya, dengan laptop terhampar di meja, di samping pasangan halal yang setia menemaniku, Aku mulai utak-atik koding. Cahaya biru monitor memantul di kacamata, sementara jemariku menari di atas keyboard. Ini bentuk respons Aku atas request khusus dari sahabatku di Komunitas Belajar KAUSAKu, Ibu Nur. Beliau berharap Aku bisa memberikan contoh Rencana Pembelajaran Mendalam (RPM) yang benar-benar TERINTEGRASI Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA). Bukan cuma teori, tapi yang bisa langsung dicerna, yang "ngena" di hati para guru. Aku tahu ini bukan cuma tugas, ini adalah amanah. Sebuah karya yang harus lahir dari hati, bukan cuma dari logika.
Aku merancang, menghubungkan titik-titik antara nilai-nilai luhur PAI dengan alur berpikir komputasi yang sederhana, mengibaratkan klasifikasi tajwid sebagai "algoritma mengenali pola", atau perilaku baik sebagai "program kebaikan". Aku ingin RPM ini bukan hanya dokumen, tapi semacam "kompas digital" bagi guru-guru. Hingga jelang subuh, ketika azan mulai berkumandang sayup-sayup, link yang akan menunjukkan desain digital interaktif perihal itu telah Aku bagikan. Ke banyak sahabat. Ke lapak-lapak para perakus ilmu di berbagai grup WhatsApp. Doa lirih mengiringi, "Semoga ini bermanfaat, ya Allah."
Pagi ini. Setelah sempat bantu-bantu bini tercinta praktik pasien pagi di klinik mini sederhana kami, Aku langsung tancap gas lagi. Motor Supra tua itu kembali membelah pagi, menuju kantor Kelompok Kerja Pengawas PAI (Pokjawaspai) Kabupaten Kuningan. Tak ada waktu bersantai.
Dan nanti, pukul 10.00 WIB, Aku harus bersiap diri kembali. Kali ini, tujuanku adalah Kecamatan Kramatmulya. Di sana, para pejuang PAI sudah menanti, tergabung dalam komunitas bernama KKG PAI Kecamatan Kramatmulya. Mereka punya niat mulia: memprogram agenda kegiatan per dua bulan sekali untuk mengaktifkan kembali "Pembiasaan Belajar Bersama." Topiknya? Tentu saja yang sedang booming di dunia pendidikan nasional: Pembelajaran Mendalam (PM) dan Pemanfaatan Teknologi Digital KKA.
Hatiku membuncah haru. Ini bukan lagi sekadar pekerjaan. Ini adalah panggilan. Melihat bagaimana semangat "tholabul 'ilmi" itu menggeliat, bukan hanya di satu titik, tapi di berbagai penjuru. Dari ujung pegunungan Pinara, hingga ke tengah hiruk pikuk Kramatmulya.
Aku teringat cerita Ibu Kepsek Dedeh dari Pinara, juga semangat Pak Ketua K3S dan Kepsek Cipedes yang ingin semua guru, baik PAI maupun umum, turut merasakan "transformasi digital" ini. Sebuah bukti bahwa dahaga ilmu tidak mengenal sekat mata pelajaran. Semua ingin maju, semua ingin berinovasi.
Di tengah kesibukan yang padat ini, Aku menyadari satu hal: bahwa setiap perjalanan terjal yang dilalui Supra tua-ku, setiap jam yang kuhabiskan di depan laptop di malam hari, setiap diskusi yang menggali ide, semua itu adalah bagian dari syiar. Syiar ilmu, syiar kebaikan, syiar kemajuan. Dan Aku, dengan segala keterbatasan dan kesederhanaanku, sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari geliat ini. Mendorong para pejuang edukasi Islam untuk terus menggeliat, menunjukkan kepedulian terhadap literasi dakwah, tak hanya di atas mimbar, tapi juga di setiap sudut kelas, di setiap sentuhan digital.
Motivasi: Pendidikan itu bukan tentang gedung megah atau teknologi super canggih. Pendidikan itu tentang hati yang terpanggil, tentang semangat berbagi, tentang kolaborasi, dan tentang keberanian melompat. Teknologi, AI, koding, semua itu hanyalah alat. Jiwa seorang guru, semangat tholabul 'ilmi, dan niatan syiar itulah yang menjadi bahan bakar utamanya.
Ini adalah kisah tentang perjuangan yang tak kenal lelah, semangat yang tak lekang oleh zaman, dan sebuah keyakinan bahwa pendidikan adalah kunci, dan teknologi adalah jembatannya. Semua demi satu tujuan: mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan fondasi iman yang kuat dan pikiran yang terbuka.